medianusantara-news.com - Industri batu bara di Kalimantan Timur tengah menghadapi perlambatan signifikan pada tahun 2025. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai kondisi ini dipengaruhi oleh kenaikan biaya produksi dan ketidakpastian regulasi yang semakin membebani para pelaku usaha. Situasi tersebut berdampak langsung pada kinerja ekspor dan kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian daerah.
Ketua APBI menjelaskan, salah satu penyebab utama melemahnya sektor batu bara adalah peningkatan biaya operasional yang terjadi di hampir semua lini produksi. Mulai dari biaya bahan bakar, alat berat, hingga logistik yang terus meningkat seiring perubahan harga global. Selain itu, tantangan juga datang dari fluktuasi nilai tukar yang membuat harga jual di pasar internasional tidak selalu stabil.
Selain faktor biaya, ketidakpastian dalam kebijakan pemerintah turut memperlambat laju sektor batu bara. APBI menyoroti seringnya perubahan regulasi terkait ekspor, kuota produksi, dan kewajiban pasokan dalam negeri (DMO) yang dinilai belum memberikan kepastian bagi pelaku industri. Perubahan kebijakan yang mendadak dapat mengganggu perencanaan investasi jangka panjang perusahaan tambang.
Kondisi ini membuat sejumlah perusahaan menahan ekspansi dan memilih fokus pada efisiensi internal. Beberapa di antaranya bahkan menunda proyek pengembangan baru sambil menunggu arah kebijakan pemerintah yang lebih jelas. Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi jembatan komunikasi antara pusat dan pelaku industri untuk menjaga stabilitas sektor pertambangan di Kaltim.
Meskipun menghadapi tantangan, APBI tetap optimis bahwa industri batu bara Indonesia masih memiliki potensi besar. Permintaan global, terutama dari negara-negara Asia seperti India dan Tiongkok, masih relatif tinggi meski pertumbuhannya melambat. Namun, diperlukan kebijakan yang konsisten dan mendukung agar industri tetap berdaya saing.
Dalam jangka panjang, APBI juga mendorong pelaku usaha untuk mulai bertransformasi menuju praktik pertambangan berkelanjutan. Penggunaan teknologi ramah lingkungan, efisiensi energi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang menjadi fokus utama yang harus dijaga agar sektor ini tetap relevan di masa depan.
Pemerintah pusat diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang berpotensi menekan produktivitas. Dengan dukungan regulasi yang jelas dan biaya produksi yang lebih terkendali, sektor batu bara di Kalimantan Timur diyakini dapat kembali menjadi penopang utama ekonomi daerah dan nasional.

Social Media